Thursday, April 27, 2017

Mengenal Lima Kuliner Enak di Bogor

Bogor tidak pernah sepi, jalanan selalu ramai dan dipadati dengan kendaraan bernomor polisi B, baik itu roda dua maupun roda empat. Apalagi di saat akhir pekan, sudah pasti “Pa Rambo” alias padat merayap bro!.

Tak usah dipikir lama, rasa peningnya mending segera diobati sama kuliner khas Kota Hujan ini. Saat kepala terasa pening setelah melewati medan yang padat merayap rasanya tak salah jika di awali dengan menyantap yang segar dan bikin joss semangat.

Apalagi kalo bukan asinan Bogor. Asinan khas kota Bogor ini terbagi 2 macam, asinan buah dan asinan sayur. Asinan buah terdiri dari potongan buah-buahan yang direndam dengan air gula. Ada pepaya, kedondong, bengkoang, jambu, ubi, salak dan beberapa buah lainnya.

Tak salah memang, rasanya segar dan renyah. Aromanya juga tidak menyengat. "Gulanya gula pasir biasa. Bukan gula biang. Yang penting tanpa pengawet. Kalau bahannya jelek hasilnya nggak akan segar," ujar penjual Asinan Sedap Gedung Dalam di Sukasari, Bogor.

Asinan sayur terdiri dari campuran sayur segar tanpa direndam dengan air apapun seperti kol, timun, wortel, dan toge. Sayuran hanya dicuci bersih. Saat akan disantap, baru buah-buahan atau sayuran dicampur dengan kuah asinan.

Tak heran rasa dasar asinan ini memang pedas asam. Wah, benar- benar segar rasanya. Dijamin bisa bikin mata melek. Sayuran yang segar dimakan dengan kuah pedas. Kalau buah, rasa manisnya ditabrak dengan pedas dan asam dari kuahnya. Campuran hasil alam yang segar mengalahkan rasanya itu sendiri.

Asinan Sedap Gedung Dalam berada di kawasan Sukasari sudah berdiri sejak 10 November 1984 . Hampir semua orang Bogor tahu di mana letak Asinan Sedap. Setiap hari selalu ramai pembeli. Apalagi kalau akhir pekan, mobil dan bus besar sulit mendapatkan parkir. Jalanan sekitarnya juga macet. Pembeli sampai mengantre.

Harga yang ditawarkan juga tidak mahal. Satu plastik asinan buah atau sayur harganya Rp 19.000. Untuk kuah campuran kacang Rp 22.000. Kalau mau satuan, pelanggan bisa juga membeli minuman manisan buah satuan seperti manisan mangga, pala, dan salak. Manisan ini dikemas di cangkir plastik.

Rasa pening sudah terobati sudah, saatnya berpetualang lagi memburu kuliner khas kota hujan. Bukan saja mencetak kuliner yang khas dan bertahan sepanjang masa, kota Bogor juga telah mencetak beberapa artis top yang menjadi diva pada masanya. Sebut saja salah satunya Si Burung Camar Vina Panduwinata. Dia asli orang Bogor kelahiran Panaragan sebuah kelurahan dekat Jembatan Merah.

Kembali ke perburuan selanjutnya. Menurut informasi, di daerah Sukasari, pecinan-nya kota Bogor, ada kuliner khas yang sudah beredar sejak jaman bemo berkeliaran.

Panganan ini sangat khas dan tergolong langka alias rada sulit ditemukan. Info yang didapatkan panganan ini sejenis sate apa gimana gitu, bikin penasaran sebab cerita kawan ini panganan bikin ketagihan.

Cungkring, dari namanya mungkin kurang menggugah selera. Tetapi ketika disajikan dijamin kamu tak sabar menyantapnya. Berbahan dasar kaki sapi, hidangan ini dijajakan menggunakan panggulan oleh Deden.

Warga sekitar biasa memanggilnya kang Deden, pria berusia kepala tiga ini sudah dua tahun menggantikan bapaknya yang berjualan cungkring sejak 1975.

Cungkring Pak Jumat, begitu nama yang terkenal sejak 41 tahun lalu. Dahulu ayahnya berkeliling memanggul dagangan. Namun sejak 2004, pelanggannya yang menghampirinya di Jalan Surya Kencana.

Cungkring merupakan salah satu panganan khas Bogor yang hanya ada di beberapa tempat. Namun, banyak ditemukan sate kulit sapi yang menggunakan nama cungkring. Menurut, Deden itu keliru, cungkring yang asli menggunakan beberapa bagian kaki sapi dan tidak ditusuk seperti sate.

Dengan hangat Kang Deden akan menawarkan pembeli memilih empat jenis cungkring, yaitu kikil, kulit, dampal, dan urat dengan masing masing potongnya seharga Rp 5.000. Ia mengatakan bagian paling laku ialah urat kaki sapi, teksturnya yang kasar seperti urat daging membuat nikmat ketika dikunyah.

Hmmm, penampilannya sangat menggugah selera. Deden pun memberikan tusukan kayu guna menyantap hidangan tersebut. Sayangnya bagi pembeli yang tidak membawa kendaraan akan bingung mencari tempat duduk, alhasil harus duduk di bahu jalan (trotoar) atau menumpang bagasi mobil pelanggan lain. Tapi tak apalah sambil nangkring kaya burung tapi terbayarkan dengan nikmat dan sedapnya ini kuliner.

Bumbu kacangnya seperti kupat tahu, butiran kacang yang digiling kasar masih terasa di gigitan, cabai merah dan hijau pun menghiasinya. Selain itu disediakan juga keripik sebagai campurannya dan menyantapnya bersamaan dengan kikil dan lontong. Benar-benar kombinasi yang pas. Kikil dan lontong yang lembut, ditambah renyahnya keripik dan bumbu yang gurih pedas, merupakan citarasa cungkring dalam sekali suapan.

Satu porsi cungkring lengkap dengan lontong, dua keripik tempe, dan dua potong bagian kaki sapi dijual Rp. 15.000. Letak kuliner satunya sebelum perempatan Gang Aut sebelah kiri jalan Suryakencana ke arah Puncak. Yakin bakal kagak nyesel dan bakalan “I’ll be back!” persis kata Arnold dalam terminator.

Setelah berpusing-pusing dan sempat mampir ke daerah Tajur atas permintaan teman yang merengek kepengen ganti tas model terbaru. Eh penghuni perut menendang-nendang minta diempanin lagi. Sepakat kita “hunting” kuliner yang jadi ciri khas kota Bogor. Kalau makan fast food sih enggak seru! Mumpung lagi di kota Hujan kenapa tidak mencari makanan yang khas yang tidak ada di tempat asal.

Perburuan agak sedikit ke arah utara kota Bogor, setelah melewati balai kota dan Istana Bogor sampai dah di tujuan. Toge goreng di sini menurut info dari kawan katanya enak dan mengalahkan sang legendaris Toge Pak Gebro.

Toge goreng Haji Omah buka setiap hari mulai jam 9 pagi sampai jam 5 sore. Warung yang terletak di kawasan Bogor Permai ini tak pernah sepi pelanggan. Yang datang bukan hanya orang Bogor tapi juga dari luar kota. Apalagi hari Sabtu dan Minggu, pengunjung didominasi pelancong dari Jakarta.

Rahasia enaknya toge goreng di sini terletak di citarasa tauco-nya. Menurut Firman pengelola warung yang merupakan generasi ketiga dari Haji Omah, tauco dibuat sendiri sehingga menghasilkan tauco dengan kualitas yang terbaik.

Tauco sendiri adalah sebangsa bumbu dasar makanan yang terbuat dari biji kedelai. Diolah dengan campuran tepung dan direndam dengan air garam. Salah satu yang khas dari tauco adalah aromanya yang tajam. Kadang orang menyamakan aromanya dengan bau terasi.

Beberapa daerah di Indonesia menghasilkan tauco dengan ciri khas masing–masing. Tauco dari Sumatera berbeda dengan tauco dari Jawa. Ada juga tauco yang dari Kalimantan. Bukan hanya di Indonesia, tauco juga menjadi bumbu dasar masakan yang cukup digemari di beberapa negara di Asia, antara lain Tiongkok dan Jepang.

Aroma tauco-nya memang tidak menyengat seperti tauco kebanyakan. Saat disantap, rasa khas tauconya sangat kuat.

Dicampur tahu, toge, dan ketupat, membuat rasa toge goreng khas Bogor ini menjadi segar. Bila ingin pedas, bisa ditambah sambal. Togenya direbus dengan kayu bakar. Agar aroma togenya enak saat dicampur dan merupakan tradisi lama yang tidak ubah hingga sekarang. Harga Toge Goreng Haji Omah juga cukup bersahabat yaitu Rp 14.000 per porsi.

Toge goreng adalah salah satu makanan khas kota hujan, Bogor. Makanan ini mudah ditemui di berbagai sudut kota yang letaknya di perbatasan Jakarta dan Jawa Barat.

Perut terasa tak ada kenyangnya di kota hujan ini selalu saja dibuat lapar ditambah suasananya yang bikin enak nampol banget buat manjain perut. Bidikan kuliner selanjutnya yang tak kalah khas adalah “Doclang”.

Aneh bingit namanya, kagak salahkah? Ternyata tidak ada yang salah bro! Panganan yang satu ini mirip kupat tahu dengan bumbu kacang tetapi citarasa bumbunya beda dengan kupat tahu.

Doclang merupakan salah satu kuliner khas dari Bogor. Potongan lontong yang khas dibungkus dengan daun patat, ditemani oleh tahu goreng, kentang rebus dan telur rebus kemudian diguyur bumbu kacang manis. Taburan bawang goreng dan kerupuk menjadi pelengkap penyempurna.

Kuliner yang satu ini memang banyak di jumpai di kota Bogor, seperti di Jembatan Merah yang buka 24 jam nonstop, di Manterena atau Sukasari. Walaupun terbuat dari bahan yang sama namun memiliki ciri khas masing-masing.

Seperti Doclang Pak Odik yang berada di Jalan Pasir Kuda seberang perumahan Villa Kebun Raya, tidak jauh dari Pondok Pesantren (Ponpes) Al­Ihya Bogor.

Bumbu kacang menjadi kunci keunggulan dari Doclang Pak Odik ini. Rasa legit yang pas dengan butiran kacang yang tidak tergerus halus memberikan sensasi yang berbeda ketika menyantap doclang di tempat ini. Satu porsi doclang bisa kita nikmati seharga Rp8000 tanpa telur, sedangkan kalau menggunakan telur cukup tambahkan Rp2000.

Doclang biasanya disantap sebagai sarapan pagi dan pengganjal perut di kala sore. Biasanya orang Bogor yang bekerja di Jakarta, sebelum masuk statsiun kereta api sarapan doclang di Jembatan Merah dan pulangnya terbiasa pula “ganjal perut” dengan doclang.

Ah sudahlah mau buat sarapan pagi atau ganjal perut gak peduli, yang terpenting rasa penasaran telah terobati dengan citarasa yang mantap bro! Doclang ternyata bikin lidah tak bisa berbohong kalau emang enak bin lezat.

Sebelum kembali ke alam dan habitat, rencananya akan kembali ke daerah Gang Aut. Ternyata dari Pasir Kuda tidak jauh ke arah tujuan. Jika kuatir kesasar dan gak percaya sama GPS, cukup ikutin jalur angkot nomor trayek 14 yang melewati arah ke Bondongan, Gedong Dalam Suryakencana Bogor.

Apa yang diburu sekarang? Sebagai penutup petualan kuliner, yang di sasar adalah panganan yang bernama laksa. Panganan ini sebetulnya bukan hanya ada di Bogor tetapi juga di beberapa tempat di Indonesia. Bahkan di Malaysia dan Singapura juga ada yang namanya laksa.

Apa yang membedakan laksa di Bogor dengan yang lainnya? Laksa Gang Aut ini dinamakan seperti itu sesuai dengan nama tempat mangkalnya. Warung kaki lima ini sudah lebih dari lima tahun mangkal di sini sebelumnya berpindah-pindah tempat.

Warung yang dikelola oleh Pak Wahyu ini selalu ramai dikunjungi pelanggannya. Apalagi di saat weekend seperti ini diwajibkan musti sabar untuk mengantre.

Pak Wahyu sangat ramah menyapa pelanggannya, dan senantiasa memberikan pelayanan yang terbaik. Mungkin ini juga faktor yang membuat pelanggan betah dan loyal, bukan semata karena laksanya enak tetapi pelayanannya ini yang bikin nyaman.

Berbeda dengan beberapa laksa yang pernah saya makan sebelumnya, kuah laksa ini memiliki rasa yang tidak sembarangan. Jika kuah laksa di beberapa daerah terbuat dari santan, maka laksa ini terbuat dari kelapa yang direbus dalam jangka waktu yang cukup lama.

Hasilnya? ketika disajikan kita akan melihat adanya jejak parutan kelapa yang jika termakan dapat memberikan sensasi kres yang gurih dan wangi.

Perbedaan mencolok dari laksa Bogor dengan laksa di beberapa tempat terletak pada keberadaan oncom tempe. Oncom tempe inilah yang memberikan sensasi rasa gurih dan nikmat di lidah. Sehingga dengan adanya oncom tempe ini tidak membutuhkan lagi MSG, jadi makanan ini sehat bro!.

Dengan penyajian yang sangat rapi ditata sedemikian rupa membuat laksa ini tampak cantik. Pak Wahyu mengerjakan segala sesuatunya dengan cinta, kasih dan ikhlas jadi wajar jika laksanya tampak sangat menarik dan rasanya ingin cepat disantap. Isiannya sendiri cukup banyak, mulai dari ketupat, tahu, telur dan tauge. Dan kenikmatan ini cukup dibayar dengan harga Rp7.000 saja.

Ehmm...sungguh luarbiasa nikmatnya hari ini. Penuh dengan kejutan dan sensasi rasa, bikin lidah betah berrgoyang. Banyak panganan yang luar biasa enak sekali di kota Bogor ini dan yang bikin senang nggak bikin kantong jebol. Murah, meriah, nikmat tetapi tidak asalan rasa dan penampilannya. Pas kalau di bilang makanan kaki lima tapi rasa bintang lima. Mantap bro!(CNNindonesia)

Sumber

0 comments:

Post a Comment